TAK SELAMANYA EGOIS ITU JELEK

23:38 Unknown 0 Comments

Siapa yang tidak tahu egois dan siapa pula yang tidak pernah egois, hampir semua manusia pernah merasakan sikap itu. Secara umum, Egois adalah sikap yang memprioritaskan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan orang lain. Dan egois yang semacam ini pastilah tidak mau mengalah, tidak peduli, tidak toleran dan tidak mengindahkan perasaan orang lain. Dan bisa sama-sama kita bayangkan bahwa orang yang memiliki karakter seperti  ini akan tidak disukai dalam pergaulan, dibenci manusia dan tentu saja dilaknat oleh Allah swt. dan egois itu tentu saja buruk, tapi ada loh egois yang baik.

Dalam edisi kali ini kali ini, mari kita bicarakan egois yang baik, saya lebih suka menyebutnya positive ego. Sebagaimana pengertian egois yang mengedepankan diri sendiri demi kepentingan atau keuntungan diri, positive ego inipun juga memiliki karakter yang sama dalam hal mengedepankan kepentingan diri, yang membedakan adalah positive ego ini benar-benar mengedepankan diri dalam perubahan menuju dimensi hidup yang lebih konstruktif.

Orang-orang yang memiliki positive ego selalu lebih sibuk melihat kekurangan-kekurangannya sendiri daripada kekurangan orang lain, selalu lebih dulu menuntut diri untuk beramal sholeh daripada menuntut orang lain, dan seterusnya . Bagi orang-orang  seperti itu, mereka juga tidak mau mengalah dalam arti mereka selalu bertekad menjadi yang terbaik, selalu merasa jika orang lain bisa berbuat baik kenapa dia tidak, kalau orang lain bisa menyantuni yatim piatu kenapa dia tidak, kalau orang lain mau riyadoh ikut pengajian meskipun malam atau jauh kenapa dia tidak, dsb.

Positive ego membuat seseorang merasa bahwa ibadah meskipun tidak mudah untuk diwujudkan tetaplah harus diperjuangkan, karena dia menyadari jalan menuju Allah adalah jalan perjuangan dan pengabdian. Perjuangan dan pengabdian itu harus dia lakukan sebagai upaya pembuktian diri dan aktuliasasi spiritualnya dihadapan penciptanya. Oleh karena itu dia pasti mempersiapkan hati dan mentalnya serta siap menerima segala konsekwensi yang akan diterimanya. Dia menyadari bahwa dalam sejarah kenabian tak ada itu yang namanya malas-malasan dan enak-enakan, yang ada hanya berjuang dan berjuang dalam menegakkan panji-panji Ilahi.

Sampai di sini insyaallah para pembaca sudah mendapatkan gambaran bahwa tidak semua ego itu jelek. Sekarang yang terpenting bagaimana kita bisa mengaplikasikan positive ego ini ke dalam sendi-sendi kehidupan kita. Positive ego ini sebenarnya adalah bagian dari manajemen diri, yaitu bagaimana cara kita mengatur serta mengelola diri kita sendiri agar dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Mengelola diri haruslah dimulai dari bagian yang paling penting di dalam diri ini, karena di bagian inilah hampir semua permasalahan hidup berikut dampak-dampaknya terjadi. Bagian itu adalah HATI.

“Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal dagung). Jika ia baik maka akan baik pula seluruh tubuhnya, dan jika dia rusak maka akan rusak semua seluruh tubuhnya” (HR. Bukhari Muslim)

Lalu bagaimana cara merubah hati ini, agar tercipta hati yang bening, damai dan mendamaikan. Tidak ada jalan lain kecuali dengan jalan menuntu ilmu serta mengamalkannya. Menuntut ilmu yang benar yang didasari oleh niat semata-semata mencari ridhoNya, akan memotivasi kita ke arah pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs) bukan malah sebaliknya, menjadikan diri kita menjadi pribadi yang arogan dan sok tahu.

Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah menyebutkan bahwa manusia itu terbagi menjadi dua golongan :
1. Golongan yang terkalahkan oleh nafsunya, sehingga setiap perilakunya dikendalikan oleh nafsunya.
2. Golongan yang mampu mengekang dan mengalahkan nafsunya sehingga nafsu tersebut tunduk pada perintahnya.
Sebagian Arifin (orang-orang yang berma’rifah kepada Allah) menyebutkan :
“Barang siapa yang berhasil mengalahkan nafsunya maka beruntunglah ia, sebaliknya bagi yang terkalahkan oleh nafsunya maka merugi dan hancurlah ia.”
Allah swt telah menyebutkan dalam firman-Nya :
فَأَمَّا مَن طَغَى {37}
وَءَاثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {38}
 فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى {39}
 وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى {40}
 فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى {41}
“Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka nerakalah tempat tinggalnya. Sedangkan mereka yang takut pada kebesaran Rabb-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (Qs. An Nazi’at : 37 – 41)
Kembali kepada hati, hati adalah tempat bertanya. Hati adalah cermin. Apa yang kita lakukan terus-menerus akan berpengaruh dan berbekas pada hati. Hal-hal terpuji akan membuat hati mengkilap dan cemerlang. Sementara hal-hal tercela akan membentuk asap hitam kelam yang menumpuk sedikit demi sedikit dan membuat hati menjadi gelap-gulita. Lama-lama hati yang gelap akan menebal dan terkunci. Ini menghalangi kita melihat kebenaran. Karena itu kita perlu membersihkan hati kita dari benih-benih penyakit hati.
Ada beberapa  penyakit  yang paling sering menghinggapi hati kita. Salah satunya adalah dosa paling awal sejak keberadaan manusia, yaitu arogan atau sombong.
Arogan dan sombong ini adalah penyakit iblis yang menolak ketika diperintahkan bersujud pada Adam. ''Ia diciptakan dari tanah, sedangkan aku dari api,'' ujar Iblis. Ini sikap rasialis seperti yang ditunjukkan oleh Hitler maupun rezim Apharteid di Afrika Selatan.
Tanpa sadar kita pun sering merasa lebih mulia dari orang lain semata-mata karena faktor SARA. Penyakit sombong sering muncul dalam bentuk merasa lebih penting, lebih tahu, lebih benar, dan lebih taat, dari orang lain. Begitu jelinya kita melihat kekurangan orang lain dan begitu entengnya kita menyalahkan orang lain. Perasaan paling tahu dan paling benar membuat kita menutup mata dan telinga dalam menerima masukan dari orang lain. Dan fenomena ini sempat kami abadikan dalam bait ke 3, Syi’ir Tanpo Wathon, sebagai pengingat agar kita tidak terjerembab ke dalam tindakan tercela itu :
Akeh kang apal, Qur’an hadiste (banyak yang hafal Qur’an hadistnya)
Seneng ngafirke marang liyane ( suka mengkafirkan kepada lainnya)
Kafire dewe gak digatekke (kafirnya sendiri tidak dihiraukan)
Yen isih kotor, ati akale (kalaulah masih kotor hati dan akalnya)

Disinilah positive ego diperankan sebagai media spiritual untuk mementingkan menyelami kesalahan dan kebodohan diri  daripada kekurangan orang lain.

Penyakit berikutnya yang sering menjangkiti hati kita adalah iri dan dengki. Ini penyakitnya Qabil yang merasa iri terhadap Habil yang mendapatkan istri lebih cantik. Akar penyakit ini adalah kecenderungan kita untuk selalu bersaing (competing) dengan orang lain dalam hal kebendaan. Kita memandang dunia sebagai medan pertempuran. Kita memandang setiap orang sebagai pesaing kita. Karena itu kita berjuang mati-matian untuk menumpuk harta dan tahta demi mengalahkan mereka. Kita berduka melihat orang lain sukses. Kita sedih melihat kawan naik pangkat. Kita pusing melihat tetangga membeli mobil baru. Kita benar-benar terperosok dalam memahami kebahagiaan karena kita menilai bahwa dunia (harta,tahta,wanita) adalah sumber kebahagiaan, kita selalu tergantung kepada dunia itu yang notabene hanyalah makhluk juga, sementara ketergantungan kita kepada Sang Pencipta semakin lama semakin terkikis oleh gelombang keserakahan ini.  Kita benar-benar terbujuk. Seperti yang kami tuangkan dalam Syi’ir Tanpo Wathon bait ke – 4 :

Gampang kabujuk...Nafsu angkoro  ( gampang terbujuk nafsu angkara )
Ing pepaese Gebyare ndunyo (dalam hiasan gebyarnya dunia )
Iri lan meri sugi e tonggo  ( iri dan dengki terhadap kekayaaan tetangga )
Mulo atine...peteng lan Nisto  ( sehingga hatinya gelap dan nista)

Lantas dimanakah positive ego mengambil peran dalam hal ini ? peran positive ego disini adalah mengedepankan iman akan janjiNya, bahwa :
"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan beginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya, Allah (berkuasa untuk) melaksanakan urusan yang dikehendakai-Nya. Sesungguhnya, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap urusan." (Qs. at-Thalaq: 2-3)
Rasulullah bersabda :
"Andaikata engkau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan melimpahkan rezeki-Nya kepadamu, sebagaimana Allah melimpahkan rezeki kepada burung, yang (setiap) pagi pergi dalam keadaan lapar dan pada sore hari pulang ke sarangnya dalam keadaan kenyang."  (HR. Ahmad dan lain-lain).

Positive ego di sisi ini, insyaallah akan mampu membuka mata hati bahwa yang di sebut rejeki itu bukan hanya uang, harta dan tahta, tapi kesehatan, kesabaran, dan kedamaian juga rejeki yang  justru sangat tinggi nilainya dan tidak akan terbeli oleh uang.
Melihat betapa pentingnya positive ego ini dalam membentuk karakter pribadi setiap orang agar semakin harmonis hubungannya, baik dengan Sang Pencipta maupun makhlukNya maka ini adalah hal yang sangat penting untuk diprioritaskan dalam hidup ini. Apalagi Allah swt sudah berfirman :

وَإِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَئِكَةِ اِنِّى جَاعِلٌ فِىْ الاَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّى أَعْلَمُ مَا لاَتَعْلَمُوْنَ {البقرة: 30}.
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu berkata kepada para Malaikat:’Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi . Mereka bekata:’Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui ” (QS.Al-Baqarah: 30)
Mari kita “bantu”  Allah swt menunjukkan kepada malaikat bahwa kita memang layak menjadi khalifah, minimal untuk keluarga kita sendiri dengan positive ego. Jangan egois kecuali dengan positive ego. (ahs)

0 comments: