TAK SELAMANYA EGOIS ITU JELEK
Siapa yang tidak tahu egois dan siapa pula yang tidak pernah
egois, hampir semua manusia pernah merasakan sikap itu. Secara umum, Egois
adalah sikap yang memprioritaskan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan
orang lain. Dan egois yang semacam ini pastilah tidak mau mengalah, tidak
peduli, tidak toleran dan tidak mengindahkan perasaan orang lain. Dan bisa
sama-sama kita bayangkan bahwa orang yang memiliki karakter seperti ini akan tidak disukai dalam pergaulan,
dibenci manusia dan tentu saja dilaknat oleh Allah swt. dan egois itu tentu
saja buruk, tapi ada loh egois yang baik.
Dalam edisi kali ini kali ini, mari kita bicarakan egois
yang baik, saya lebih suka menyebutnya positive ego. Sebagaimana pengertian
egois yang mengedepankan diri sendiri demi kepentingan atau keuntungan diri,
positive ego inipun juga memiliki karakter yang sama dalam hal mengedepankan
kepentingan diri, yang membedakan adalah positive ego ini benar-benar
mengedepankan diri dalam perubahan menuju dimensi hidup yang lebih konstruktif.
Orang-orang yang memiliki positive ego selalu lebih sibuk
melihat kekurangan-kekurangannya sendiri daripada kekurangan orang lain, selalu
lebih dulu menuntut diri untuk beramal sholeh daripada menuntut orang lain, dan
seterusnya . Bagi orang-orang seperti
itu, mereka juga tidak mau mengalah dalam arti mereka selalu bertekad menjadi
yang terbaik, selalu merasa jika orang lain bisa berbuat baik kenapa dia tidak,
kalau orang lain bisa menyantuni yatim piatu kenapa dia tidak, kalau orang lain
mau riyadoh ikut pengajian meskipun malam atau jauh kenapa dia tidak, dsb.
Positive ego membuat seseorang merasa bahwa ibadah meskipun
tidak mudah untuk diwujudkan tetaplah harus diperjuangkan, karena dia menyadari
jalan menuju Allah adalah jalan perjuangan dan pengabdian. Perjuangan dan
pengabdian itu harus dia lakukan sebagai upaya pembuktian diri dan aktuliasasi
spiritualnya dihadapan penciptanya. Oleh karena itu dia pasti mempersiapkan
hati dan mentalnya serta siap menerima segala konsekwensi yang akan diterimanya.
Dia menyadari bahwa dalam sejarah kenabian tak ada itu yang namanya
malas-malasan dan enak-enakan, yang ada hanya berjuang dan berjuang dalam
menegakkan panji-panji Ilahi.
Sampai di sini insyaallah para pembaca sudah mendapatkan
gambaran bahwa tidak semua ego itu jelek. Sekarang yang terpenting bagaimana
kita bisa mengaplikasikan positive ego ini ke dalam sendi-sendi kehidupan kita.
Positive ego ini sebenarnya adalah bagian dari manajemen diri, yaitu bagaimana
cara kita mengatur serta mengelola diri kita sendiri agar dapat mencapai tujuan
yang kita inginkan. Mengelola diri haruslah dimulai dari bagian yang paling
penting di dalam diri ini, karena di bagian inilah hampir semua permasalahan
hidup berikut dampak-dampaknya terjadi. Bagian itu adalah HATI.
“Ketahuilah, bahwa di
dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal dagung). Jika ia baik maka akan baik
pula seluruh tubuhnya, dan jika dia rusak maka akan rusak semua seluruh
tubuhnya” (HR. Bukhari Muslim)
Lalu bagaimana cara merubah hati ini, agar tercipta hati yang
bening, damai dan mendamaikan. Tidak ada jalan lain kecuali dengan jalan
menuntu ilmu serta mengamalkannya. Menuntut ilmu yang benar yang didasari oleh
niat semata-semata mencari ridhoNya, akan memotivasi kita ke arah pembersihan
jiwa (tazkiyatun nafs) bukan malah sebaliknya, menjadikan diri kita menjadi
pribadi yang arogan dan sok tahu.
Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah menyebutkan bahwa
manusia itu terbagi menjadi dua golongan :
1. Golongan yang terkalahkan oleh nafsunya, sehingga setiap perilakunya dikendalikan oleh nafsunya.
2. Golongan yang mampu mengekang dan mengalahkan nafsunya sehingga nafsu tersebut tunduk pada perintahnya.
Sebagian Arifin (orang-orang yang berma’rifah kepada Allah) menyebutkan :
“Barang siapa yang berhasil mengalahkan nafsunya maka beruntunglah ia, sebaliknya bagi yang terkalahkan oleh nafsunya maka merugi dan hancurlah ia.”
Allah swt telah menyebutkan dalam firman-Nya :
1. Golongan yang terkalahkan oleh nafsunya, sehingga setiap perilakunya dikendalikan oleh nafsunya.
2. Golongan yang mampu mengekang dan mengalahkan nafsunya sehingga nafsu tersebut tunduk pada perintahnya.
Sebagian Arifin (orang-orang yang berma’rifah kepada Allah) menyebutkan :
“Barang siapa yang berhasil mengalahkan nafsunya maka beruntunglah ia, sebaliknya bagi yang terkalahkan oleh nafsunya maka merugi dan hancurlah ia.”
Allah swt telah menyebutkan dalam firman-Nya :
فَأَمَّا مَن طَغَى {37}
وَءَاثَرَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {38}
فَإِنَّ
الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى {39}
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى
النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى {40}
فَإِنَّ
الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى {41}
“Adapun orang yang melampaui batas dan
lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka nerakalah tempat tinggalnya. Sedangkan
mereka yang takut pada kebesaran Rabb-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (Qs. An Nazi’at : 37 – 41)
Kembali
kepada hati, hati adalah tempat bertanya. Hati adalah cermin. Apa yang kita
lakukan terus-menerus akan berpengaruh dan berbekas pada hati. Hal-hal terpuji
akan membuat hati mengkilap dan cemerlang. Sementara hal-hal tercela akan
membentuk asap hitam kelam yang menumpuk sedikit demi sedikit dan membuat hati
menjadi gelap-gulita. Lama-lama hati yang gelap akan menebal dan terkunci. Ini
menghalangi kita melihat kebenaran. Karena itu kita perlu membersihkan hati
kita dari benih-benih penyakit hati.
Ada
beberapa penyakit yang paling sering menghinggapi hati kita. Salah
satunya adalah dosa paling awal sejak keberadaan manusia, yaitu arogan atau
sombong.
Arogan dan sombong ini adalah penyakit iblis yang menolak ketika diperintahkan bersujud pada Adam. ''Ia diciptakan dari tanah, sedangkan aku dari api,'' ujar Iblis. Ini sikap rasialis seperti yang ditunjukkan oleh Hitler maupun rezim Apharteid di Afrika Selatan.
Tanpa sadar kita pun sering merasa lebih mulia dari orang lain semata-mata karena faktor SARA. Penyakit sombong sering muncul dalam bentuk merasa lebih penting, lebih tahu, lebih benar, dan lebih taat, dari orang lain. Begitu jelinya kita melihat kekurangan orang lain dan begitu entengnya kita menyalahkan orang lain. Perasaan paling tahu dan paling benar membuat kita menutup mata dan telinga dalam menerima masukan dari orang lain. Dan fenomena ini sempat kami abadikan dalam bait ke 3, Syi’ir Tanpo Wathon, sebagai pengingat agar kita tidak terjerembab ke dalam tindakan tercela itu :
Arogan dan sombong ini adalah penyakit iblis yang menolak ketika diperintahkan bersujud pada Adam. ''Ia diciptakan dari tanah, sedangkan aku dari api,'' ujar Iblis. Ini sikap rasialis seperti yang ditunjukkan oleh Hitler maupun rezim Apharteid di Afrika Selatan.
Tanpa sadar kita pun sering merasa lebih mulia dari orang lain semata-mata karena faktor SARA. Penyakit sombong sering muncul dalam bentuk merasa lebih penting, lebih tahu, lebih benar, dan lebih taat, dari orang lain. Begitu jelinya kita melihat kekurangan orang lain dan begitu entengnya kita menyalahkan orang lain. Perasaan paling tahu dan paling benar membuat kita menutup mata dan telinga dalam menerima masukan dari orang lain. Dan fenomena ini sempat kami abadikan dalam bait ke 3, Syi’ir Tanpo Wathon, sebagai pengingat agar kita tidak terjerembab ke dalam tindakan tercela itu :
Akeh
kang apal, Qur’an hadiste (banyak yang hafal Qur’an hadistnya)
Seneng
ngafirke marang liyane ( suka mengkafirkan kepada lainnya)
Kafire
dewe gak digatekke (kafirnya sendiri tidak dihiraukan)
Yen
isih kotor, ati akale (kalaulah masih kotor hati dan akalnya)
Disinilah positive ego diperankan
sebagai media spiritual untuk mementingkan menyelami kesalahan dan kebodohan
diri daripada kekurangan orang lain.
Penyakit berikutnya yang sering
menjangkiti hati kita adalah iri dan dengki. Ini penyakitnya Qabil yang merasa
iri terhadap Habil yang mendapatkan istri lebih cantik. Akar penyakit ini
adalah kecenderungan kita untuk selalu bersaing (competing) dengan orang lain
dalam hal kebendaan. Kita memandang dunia sebagai medan pertempuran. Kita
memandang setiap orang sebagai pesaing kita. Karena itu kita berjuang mati-matian
untuk menumpuk harta dan tahta demi mengalahkan mereka. Kita berduka melihat
orang lain sukses. Kita sedih melihat kawan naik pangkat. Kita pusing melihat
tetangga membeli mobil baru. Kita benar-benar terperosok dalam memahami
kebahagiaan karena kita menilai bahwa dunia (harta,tahta,wanita) adalah sumber
kebahagiaan, kita selalu tergantung kepada dunia itu yang notabene hanyalah
makhluk juga, sementara ketergantungan kita kepada Sang Pencipta semakin lama
semakin terkikis oleh gelombang keserakahan ini. Kita benar-benar terbujuk. Seperti yang kami
tuangkan dalam Syi’ir Tanpo Wathon bait ke – 4 :
Gampang
kabujuk...Nafsu angkoro ( gampang
terbujuk nafsu angkara )
Ing
pepaese Gebyare ndunyo (dalam hiasan gebyarnya dunia )
Iri
lan meri sugi e tonggo ( iri dan dengki
terhadap kekayaaan tetangga )
Mulo
atine...peteng lan Nisto ( sehingga
hatinya gelap dan nista)
Lantas dimanakah positive ego mengambil peran
dalam hal ini ? peran positive ego disini adalah mengedepankan iman akan
janjiNya, bahwa :
"Dan
barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan beginya
jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.
Sesungguhnya, Allah (berkuasa untuk) melaksanakan urusan yang dikehendakai-Nya.
Sesungguhnya, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap urusan."
(Qs. at-Thalaq: 2-3)
Rasulullah
bersabda :
"Andaikata engkau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya
tawakkal, niscaya Allah akan melimpahkan rezeki-Nya kepadamu, sebagaimana Allah
melimpahkan rezeki kepada burung, yang (setiap) pagi pergi dalam keadaan lapar
dan pada sore hari pulang ke sarangnya dalam keadaan kenyang."
(HR. Ahmad dan lain-lain).
Positive
ego di sisi ini, insyaallah akan mampu membuka mata hati bahwa yang di sebut
rejeki itu bukan hanya uang, harta dan tahta, tapi kesehatan, kesabaran, dan
kedamaian juga rejeki yang justru sangat
tinggi nilainya dan tidak akan terbeli oleh uang.
Melihat
betapa pentingnya positive ego ini dalam membentuk karakter pribadi setiap
orang agar semakin harmonis hubungannya, baik dengan Sang Pencipta maupun
makhlukNya maka ini adalah hal yang sangat penting untuk diprioritaskan dalam
hidup ini. Apalagi Allah swt sudah berfirman :
وَإِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَئِكَةِ اِنِّى جَاعِلٌ فِىْ الاَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّى أَعْلَمُ مَا لاَتَعْلَمُوْنَ {البقرة: 30}.
“Dan ingatlah
tatkala Tuhanmu berkata kepada para Malaikat:’Sesungguhnya Aku akan menjadikan
seorang khalifah di muka bumi . Mereka bekata:’Mengapa Engkau hendak menjadikan
(Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui ” (QS.Al-Baqarah: 30)
Mari kita “bantu” Allah swt menunjukkan kepada malaikat bahwa
kita memang layak menjadi khalifah, minimal untuk keluarga kita sendiri dengan
positive ego. Jangan egois kecuali dengan positive ego. (ahs)
0 comments: